Chikungunya Akibat ‘Kemacetan’ Berpikir


Selamat datang Chikungunya...! Ilustrasi; dok/KaDes

Morosunggingan, KaDes – Dalam dua pekan terakhir, virus Chikungunya menghantam Desa Morosunggingan.

Puluhan orang menderita komplikasi ‘mielitis’ yakni peradangan pada sumsum tulang, akibatnya lumpuh secara fisik.

Apa Hubungan Chikungunya dengan ‘Kemacetan’ Berpikir?

Serangan hebat virus yang dibawa oleh nyamuk tersebut (terutama di Morosunggingan) adalah peringatan bahwa selama ini ‘kemacetan berpikir’ melanda kita.

Baca Juga: Menunggu Perdes Pasar Desa

Apakah Kemacetan Berpikir itu?

Tulisan ini mengajak siapapun untuk tidak berpikir ‘macet’ terhadap kondisi yang sedang terjadi di sekitar kita, termasuk menyikapi Chikungunya.

 

1.       Macet #1: Terbiasa berpikir kuratif. Heboh fogging dianggap akan menyelesaikan masalah nyamuk. Sungguh pola pikir keliru yang telah mendarah daging.

 

2.       Macet #2: Tak ada optimalisasi Jumantik, dan evaluasi berkala hingga tingkat RT. Beri anggaran lebih pada Kader Jumantik daripada harus ‘foggang-fogging’ (begitu istilah kerennya). 

 

3.       Macet #3: Peran pemangku kepentingan (alias Pemerintah Desa), menyikapi kondisi seperti ini, sangat mungkin muncul regulasi berupa ‘Instruksi Kades’ terkait Darurat Chikungunya. Tapi...ah! Sulit.

 4.      Macet #4: Ini yang asyik; Lomba Dusun Tanpa Jentik  (Duta Jentik) se- Morosunggingan, memperebutkan Piala Camat dan Kepala Puskesmas. Ah...Sungguh ide yang mandul. 

Baca Juga: Ahli Kesehatan: Fogging Bahaya...! Tidak Dianjurkan

Cukuplah empat kemacetan berpikir itu yang berkontribusi menyuburkan tumbuh-kembang Chikungunya di desa tercinta ini.

Semoga Pembaca jurnalisme warga, media pembelajaran publik ini, tercerahkan. Salam macet.  –cs

Posting Komentar

0 Komentar